Gedung Bank Indonesia di daerah Jakarta Kota yang dipilih dan ditetapkan sebagai Gedung Museum Bank Indonesia merupakan sebuah bangunan monumental yang sarat dengan nilai sejarah dan keindahan arsitekturalnya. Sebagai aset kekayaan sejarah bagi kota Jakarta, bangunan ini telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai bangunan cagar budaya sesuai dengan UU Cagar Budaya No. 5/1992. Oleh sebab itu, merupakan suatu langkah tepat apabila gedung ini dilestarikan dan dijadikan sebuah museum yang dikelola secara profesional, sehingga dapat menampilkan citra Bank Indonesia yang sangat peduli pada sejarah, budaya, dan pendidikan bagi masyarakat, serta berpartisipasi dalam revitalisasi bangunan bersejarah di kawasan Jakarta Kota.
Sejarah Gedung Museum Bank Indonesia di kawasan Kota, yang merupakan ex. gedung De Javasche Bank (DJB), dahulunya adalah sebuah rumah sakit yang dikenal dengan Binnen Hospital. Gedung ini pertama kali digunakan oleh DJB sejak 8 April 1828. Pada tahun 1910, atau lebih dari 80 tahun setelah menempati gedung tua bekas rumah sakit ini, DJB mulai dengan rencana pembangunannya. Perancangan bangunan dikerjakan oleh Biro Arsitek “Ed. Cuypers & Hulswit” yang kemudian berubah menjadi “Architecten & Ingenieursbureau Fermont-Cuypers”. Pembangunan tahap pertama (1910) dilaksanakan di bagian sepanjang “Binneninieuwpoorstraat” (kini Jl. Pintu Besar Utara).
Museum BI |
Pembangunan tahap pertama ini selesai pada tahun 1912, menghasilkan gedung bergaya arsitektur neoklasik Eropa. Pada tahun 1922, pembangunan tahap kedua dimulai dengan menambah beberapa ruangan baru seperti: Ruang simpan barang berharga (kluis) Ruang arsip Ruang rapat/pertemuan besar (Ruang Hijau) Rumah penjaga gedung (concierge) Garasi, dan lain-lain. Pembangunan tahap ketiga (1924) merupakan perluasan dari tahap sebelumnya, dengan membangun sebuah unit di bagian belakang sepanjang Kali Besar menggantikan bangunan tua bekas rumah sakit. Selain itu, dibuat pula bangunan sepanjang “Javabankstraat” (Kini Jl. Bank), yang bertemu dengan bangunan tahap pertama di sisi utara. Bangunan baru ini memiliki kaca patri, dengan ragam hias berupa komoditas perdagangan pada masa Hindia Belanda dan dewa-dewi Yunani yang sangat indah. Tahun 1933, pembangunan tahap keempat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang hasanah yang lebih luas dan ruang efek-efek. Dalam pembangunan kali ini, Biro Arsitek “Fermont-Cuypers” mendesain beberapa unit tambahan yaitu: Beberapa kluis baru yang ditempatkan pada perpanjangan bangunan di sisi “Binneninieuwpoorstraat”. Pembaharuan tampak muka di sisi jalan yang sama dengan gaya yang lebih sederhana. Penempatan sebuah unit tengah yang megah dengan jalan masuk baru. Sebuah ruang efek. Pembangunan dilanjutkan dengan tahap kelima (1935) yang memodernisasi arsitektur tahap pertama. Selain menganut “one door system” untuk menggantikan dua pintu gerbang masuk sebelumnya, tahap ini juga menghilangkan kubah yang semula menghiasi atap gedung. Pembangunan ini selesai dan diresmikan pada tanggal 12 Juni 1937. Pembangunan tahap kelima merupakan tahap terakhir dari rangkaian pembangunan gedung DJB. Selama Bank Indonesia menempati bangunan ini, tidak banyak perubahan yang dilakukan.
Wisata Nusantara
Email ke surya_wisatapkl@yahoo.co.id
The Best Partner On Your Trip
0 komentar :
Posting Komentar